Senin, 11 Maret 2013


Contoh pelanggaran pasal 28A samapai 28J


HAM merupakan hak asasi manusia yang dimiliki oleh setiap umat manusia sejak lahir di dunia. Semua umat manusia terlahir dengan hak yang sama. Maka dari itu, berikut merupakan beberapaKasus Pelanggaran HAM di Indonesia.

Contoh Kasus Pelanggaran HAM di Indonesia :
Kasus Yang Sudah di Ajukan ke Sidang Pengadilan :

1. Peristiwa Tanjung Priok
Pelanggaran terjadi pada tahun 1984 dan memakan 74 korban. Peristiwa ini terjadi akibar serangan terhadap massa yang berunjuk rasa.

2. Penculikan Aktifis 1998
Kasus yang terjadi pada tahun 1984-1998 ini mengakibarkan 23 korban dan terjadinya peristiwa penghilangan secara paksa oleh Militer terhadap para aktifis Pro-Demokrasi

3. Kasus 27 Juli 
Terjadi pada tahun 1996 dan memakan 1.678 korba. Peristiwa ini terjadi akibat Penyerbuan kantor PDI.

4. Penembakan Mahasiswa Trisakti
Kasus yang terjadi pada tahun 1998 ini mengakibatkan 31 korban. Peristiwa yang terjadi akibat Penembakan aparat terhadap mahasiswa yang sedang berunjuk rasa.

5. Kerusuhan Timor-Timur Pasca Jajak Pendapat
Peristiwa yang terjadi tahun 1999 ini terjadi akibat Agresi Militer dan memakan 97 Korban.

6. Peristiwa Abepura, Papua
Peristiwa ini memakan 63 korban dan terjadi pada tahun 2000 dan terjadi akibat penyisiran membabi buta terhadap pelaku yang diduga menyerang Mapolsek Abepura.

Kasus Yang Belum di Proses Secara Hukum :

1. Pembantaian Massal 1965
Peristiwa yang terjadi pada tahun 1965-1970 ini memakan 1,5 jt korban. Peristiwa yang terjadi akibat korban sebagian besar adalah anggota PKI atau ormas yang berafiliasidengan PKI, sebagian besar dilakukan di luar proses hukum yang sah.

2. Kasus-kasus di Papua
Pada tahun 1966 memakan Ribuan korban jiwa. Peristiwa yang terjadi ini akibat Operasi instensif yang dilakukan TNI untuk menghadapi OPM. Sebagian lagi berkaitan dengan masalah penguasaan sumber daya alam antaraperusahaan tambang internasional, aparat pemerintah menghadapi penduduk lokal.

3. Kasus Timor-Timur Pasca Referendum
Peristiwa yang terjadi pada tahun 1974-1999 memakan Ratusan Ribu korban jiwa. Peristiwa yang dimulai dari agresi militer TNI (Operasi Seroja) terhadappemerintahan Fretelin yang sah di Timor-Timur. Sejak saat itu Timor-Timur selalu menjadi daerah operasi militer rutin yangrawan terhadap tindak kekerasan aparat RI.

4. Kasus-kasus di Aceh pra DOM
Terjadi pada tahun 1976-1989 memakan banyak Ribuan korban. Peristiwa yang terjadi semenjak dideklarasikannya GAM Hasan Di Tiro, Aceh selalumenjadi daerah operasi militer dengan intensitas kekrasan yang tinggi.

5. Penembakan Misterius (Petrus)
Terjadi pada tahun 1982-19851. Memakan 678 Korban. Peristiwa ini terjadi akibat sebagian besar tokoh criminal, residivis, atau mantancriminal. Operasi ini bersifat illegal dan dilakukan tanpa identitasinstitusi yang jelas

6. Kasus Marsinah 
Terjadi pada tahun 1995 hanya memakan 1 korban jiwa saja. Pelaku utamanya tidak tersentuh, sementara orang lain dijadikan kambing hitam. Bukti keterlibatan militer dibidang perburuhan

7. Kasus dukun santet di Banyuwangi
Terjadi pada tahun 1998. Memakan Puluhan korban. Peristiwa yang terjadi karena adanya pembantaian terhadap tokoh masyarakat yang dianggap dan ditusuh dukun santet

8. Kasus Bulukumba 
Peristiwa yang terjadi pada tahun 2003 memakan 2 tewas dan puluhan luka-luka. Insiden ini terjadi karena keinginan PT. London Sumatera untuk melakukan perluasan area perkebunan mereka, namun masyarakat menolak upaya tersebut.

BERBAGAI DEMOKRASI YANG PERNAH BERLAKU DI INDONESIA


BERBAGAI DEMOKRASI YANG PERNAH BERLAKU DI INDONESIA

a. Periode Berlakunya Demokrasi Liberal (1945-1959)
Pada masa ini, awal mulanya diterapkan demokrasi dengan sistem
kabinet presidensial yaitu para menteri diangkat oleh presiden dan
bertanggung jawab kepada presiden, sehingga yang berhak
memberhentikannya adalah presiden. Namun setelah dikeluarkannya
Maklumat Wakil Presiden No. X yang menyatakan BP KNIP menjadi
sebuah lembaga yang berwenang sebagaimana lembaga negara,
kemudian diperkuat dengan Maklumat Pemerintah tanggal 3
Nopember 1945 yang menyatakan diperbolehkannya pembentukan
multipartai, serta Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945
yang menegaskan tanggung jawab adalah dalam tangan menteri. Lahirlah
sistem pemerintahan parlementer yang pada prinsipnya menegaskan
pertanggung jawaban menteri-menteri kepada parlemen. Pemberlakuan
UUDS 1950 menegaskan berlakunya sistem parlementer dengan
multipartai. Namun perkembangan partai-partai tidak dapat berlangsung
lama karena koalisi yang dibangun sangat rapuh dan gampang pecah,
sehingga mengakibatkan tidak stabilnya pemerintahan pada saat itu.
b. Periode Berlakunya Demokrasi Terpimpin (1959—1965)
Setelah keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka UUD 1945
dinyatakan berlaku kembali, dan berakhirnya pelaksanaan demokrasi
liberal. Kemacetan politik yang terjadi pada masa itu dapat diselesaikan
dengan menggunakan demokrasi terpimpin, di mana dominasi
kepemimpinan yang kuat akan dapat mengendalikan kekuatan politik yang
ada pada saat itu.
Keadaan pada masa demokrasi terpimpin diwarnai oleh tank menarik
tiga kekuatan politik yang paling utama, yaitu SoekarnoAngkatan Darat
dan PKI. Soekarno membutuhkan PKI untuk menandingi kekuatan
Angkatan Darat yang beralih fungsi sebagai kekuatan politik, sedangkan
PKI memerlukan Soekarno untuk mendapatkan perlindungan presiden
dalam melawan Angkatan Darat. Angkatan darat sendiri membutuhkan
Soekarno untuk mendapatkan legitimasi agar dapat terjun ke arena politik
Indonesia.
Adanya tank ulur dalam kehidupan politik saat itu, memunculkan
masalah-masalah besar yang menyimpang dari kehidupan demokrasi yang
berdasarkan UUD 1945, yaitu:
1) Presiden diangkat sebagai presiden seumur hidup berdasarkan
ketetapan MPRS No.lI1/1963.
2) Adanya perangkapan jabatan oleh beberapa orang, di mana seorang
anggota kabinet dapat juga sekaligus menjadi anggota MPRS.
3) Keanggotaan MPRS dan lembaga negara lain tidak melalui proses
demokrasi yang baik, karena dilakukan dengan cara menunjuk
seseorang untuk menjadi anggota lembaga negara tertentu.
4) Pelaksanaan demokrasi terpimpin cenderung berpusat pada
kekuasaan presiden yang melebihi apa yang ditentukan oleh UUD
1945, yaitu dengan keluarnya produk hukum yang setingkat
undangundang dalam bentuk penetapan presiden (Penpres). Misalnya
Penpres No.2/1959 tentang pembentukan MPRS, Penpres No.3/1959
tentang DPAS dan Penpres No.3/1960 tentang DPRGR.
5) DPR basil Pemilu 1955 dibubarkan oleh Presiden karena RAPBN
yang diajukan pemerintah tidak disetujui DPR, dan dibentuklah
DPRGR tanpa melalui pemilu.
6) Terjadinya penyelewengan terhadap ideologi Pancasila dan UUD
1945, dengan berlakunya ajaran Nasakom (Nasionalisme, Agama,
Komunis).
7) Terjadinya Pembrontakan Gerakan 30 September PKI (G 30 S/PKI)
yang mengajarkan ideologi komunis.
Peristiwa Gerakan 30 September PKI dapat ditumpas dan dibubar-
kan beserta dengan antek-anteknya, bahkan PKI menjadi organisasi
terlarang. Hancurnya PKI, menandai berakhirnya sistem demokrasi :epimpin
dan munculnya Orde Baru yang ingin melaksanakan Pancasila
pan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
c. Periode Berlakunya Demokrasi Pancasila (1965—1998)
Gerakan pembrontakan yang dilakukan oleh PKI merupakan puncak
penyimpangan yang terjadi pada masa berlakunya demokrasi :erpimpin.
Tetapi hal ini menjadi titik tolak bagi pengemban Surat Perintah 11 Maret,
yaitu Soeharto untuk menuju puncak kepemimpinan nasional dengan
dikeluarkannya ketetapan MPRS No.XXXIII/MPRS/1967 tanggal 12
Maret 1967 tentang Pengangkatan Soeharto menjadi Presiden Negara
Republik Indonesia.
Pada masa orde baru berlaku sistem demokrasi pancasila. Dikatakan
demokrasi pancasila karena sistem demokrasi yang diterapkan didasarkan
pada Pancasila, yang intinya adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakiln yang dijiwai sila
pertama, kedua, ketiga dan menjiwai sila kelima. Pengertian demokrasi
pancasila tersebut sesuai dengan Tap MPRS No. XXVII/MPRS/1968
tentang Pedoman Pelaksanaan Demokrasi Pancasila, di mana dalam
ketetapan tersebut disebutkan istilah Demokrasi Pancasiia adalah sama
dengan sila keempat dari Pancasila.
Ada beberapa fungsi Demokrasi Pancasila, yaitu:
1) menjamin adanya keikutsertaan rakyat dalam kehidupan bernegara;
2) menjamin tetap tegaknya negara Proklamasi 17 Agustus 1945;
3) menjamin tetap tegaknya negara kesatuan Republik Indonesia;
4) menjamin tetap tegaknya hukum yang bersumber pada Pancasila;
5) menjamin adanya hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antara
lembaga-lembaga negara;
6) menjamin adanya pemerintahan yang bertanggung jawab.
Prinsip atau asas pelaksanaan Demokrasi Pancasila menurut pemerintahan
orde baru ada tiga, yaitu:
1) menjunjung tinggi hak asasi manusia dan martabat manusia;
2) kekeluargaan dan gotong royong;
3) musyawarah mufakat.
Namun, demokrasi pancasila dalam era Orde Baru hanya sebatas
keinginan yang belum pernah terwujud. Karena gagasan yang baik tu
baru sampai taraf wacana belum diterapkan. Praktik kenegaraan dan
pemerintahan pada rezim ini tidak memberikan ruang bagi kehidupan
berdemokrasi. M. Rusli mengungkapkan ciri-ciri rezim orde haru sebagai
berikut.
1) Adanya dominasi peranan ABRI dengan adanya Dwi Fungsi ABRI
pada saat itu, yaitu disamping sebagai kekuatan pertahanan keamanan
ABRI juga mempunyai peranan dalam bidang politik. Hal ini dapat
dilihat dengan jatah kursi yang diberikan ABRI dalam MPR;
2) Adanya birokrasi dan sentralisasi dalam pengambilan keputusan
politik;
3) Adanya pembatasan terhadap peran dan fungsi partai dalam
pengambilan keputusan politik;
4) Adanya campur tangan pemerintah dalam berbagai urusan partai
politik dan publik;
5) Adanya massa mengambang
6) Adanya monolitisasi ideologi negara; yaitu negara tidak membiarkan
berkembangnya ideologi-ideologi lain;
7) Adanya inkorporasi; yaitu lembaga-lembaga non pemerintah
diharapkan menyatu dengan pemerintah, padahal seharusnya sebagai
alat kontrol bagi pemerintah.
Kepemimpinan pada masa Orde Baru bertumpu pada Soeharto
sebagai presiden, ABRI, Golkar, dan birokrasi. Pengambilan kebijakan
bidang ekonomi lebih ditonjolkan tetapi ruang kebebasan lebih dipersempit,
sehingga pada pemerintahan orde baru nyaris tanpa kontrol masyarakat.
Hal ini mengakibatkan kemajuan ekonomi digerogoti oleh korupsi,
nepotisme, dan kolusi.
d. Periode Berlakunya Demokrasi dalam Era Reformasi (1998-
Sekarang)
Runtuhnya Orde Baru ditandai dengan adanya krisis kepercayaan
yang direspon oleh kelompok penekan (pressure group) dengan
mengadakan berbagai macam demonstrasi yang dipelopori oleh
mahasiswa, pelajar, LSM, politisi, maupun masyarakat.
Runtuhnya kekuasaan rezim orde baru telah memberikan harapan
baru bagi tumbuhnya demokrasi di Indonesia. Masa peralihan demokrasi
ini merupakan masa yang sangat rumit dan kritis karena pada masa ini
akan ditentukan kearah mana demokrasi akan dibangun. Keberhasilan
dan kegagalan suatu transisi demokrasi sangat bergantung pada empat
faktor, yaitu:
1) komposisi elite polit
2) desain institusi politik
3) kultur politik atau perubahan sikap terhadap politik dikalangan elite
dan non elite politik
4) peran masyarakat madani.
Keempat faktor tersebut harus berjalan sinergis sebagai modal untuk
mengkonsolidasikan demokrasi. Sedangkan Azyumardi Azra menyatakan
langkah yang harus dilakukan dalam transisi Indonesia menuju demokrasi
sekurang-kurangnya mencakup reformasi dalam tiga bidang besar, yaitu:
1) reformasi konstitusional (constitutional reform) yang menyangkut
perumusan kembali falsafah, kerangka dasar, dan perangkat legal
sistem politik.
2) reformasi kelembagaan (institutional reform and empowerment),
yang menyangkut pengembangan dan pemberdayaan lembaga politik;
3) pengembangan kultur atau budaya politik (political culture) yang
lebih demokratis.
Sedangkan dinamika demokrasi pada masa reformasi dapat dilihat
berdasarkan aktifitas kenegaraan sebagai berikut.
1) Dikeluarkanya Undang-Undang No. 31 tahun 2002 tentang Partai
Politik, memberikan ruang dan gerak lebih luas untuk mendirikan
partai politik yang memungkinkan berkembangnya multipartai. Hal
ini dapat dilihat dalam Undang-Undang No. 31 Tabun 2002 Pasal 2
ayat 1 yang menyatakan “partai politik didirikan dan dibentuk oleh
sekurang-kurangnya 50 orang warga negara Indonesia yang telah
berusia 21 tahun dengan akta notaris”.
2) Undang-Undang No.12 tahun 2003 tentang Pemilu memberikan
kebebasan kepada warga negara untuk menggunakan hak pilihnya
secara langsung untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi,
DPRD kabupaten/kota maupun DPD. Bahkan pemilihan presiden
dan wakilnya juga dilaksanakan secara langsung.
3) Upaya untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dari KKN,
berwibawa dan bertanggung jawab dibuktikan dengan keluarnya
ketetapan MPR No.IX/MPR/1998 dan ditindak lanjuti dengan
Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang pembentukan Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan sebagainya.
4) Lembaga legislatif dan organisasi sosial politik sudah mempunyai
keberanian untuk melakukan fungsi kontrol terhadap ekskutif,
sehingga terjadi check and balance.
5) Lembaga tertinngi negara MPR berani mengambil langkah-langkah
politik dengan adanya sidang tahunan dan menuntut kepada
pemerintah dan lembaga negara lain untuk menyampaikan laporan
kemajuan (progress report).
6) Adanya kebebasan media massa tanpa ada rasa takut untuk dicabut
surat ijin penerbitannya.
7) Adanya pembatasan masa jabatan presiden, yaitu jabatan presiden
paling lama adalah 2 periode masa kepemimpinan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar