Contoh pelanggaran
pasal 28A samapai 28J
HAM merupakan hak asasi manusia yang
dimiliki oleh setiap umat manusia sejak lahir di dunia. Semua umat manusia
terlahir dengan hak yang sama. Maka dari itu, berikut merupakan beberapaKasus
Pelanggaran HAM di Indonesia.
Contoh Kasus Pelanggaran HAM di Indonesia :
Contoh Kasus Pelanggaran HAM di Indonesia :
Kasus Yang Sudah di
Ajukan ke Sidang Pengadilan :
1. Peristiwa Tanjung Priok
Pelanggaran terjadi pada tahun 1984 dan memakan 74 korban. Peristiwa ini terjadi akibar serangan terhadap massa yang berunjuk rasa.
2. Penculikan Aktifis 1998
Kasus yang terjadi pada tahun 1984-1998 ini mengakibarkan 23 korban dan terjadinya peristiwa penghilangan secara paksa oleh Militer terhadap para aktifis Pro-Demokrasi
3. Kasus 27 Juli
Terjadi pada tahun 1996 dan memakan 1.678 korba. Peristiwa ini terjadi akibat Penyerbuan kantor PDI.
4. Penembakan Mahasiswa Trisakti
Kasus yang terjadi pada tahun 1998 ini mengakibatkan 31 korban. Peristiwa yang terjadi akibat Penembakan aparat terhadap mahasiswa yang sedang berunjuk rasa.
5. Kerusuhan Timor-Timur Pasca Jajak Pendapat
Peristiwa yang terjadi tahun 1999 ini terjadi akibat Agresi Militer dan memakan 97 Korban.
6. Peristiwa Abepura, Papua
Peristiwa ini memakan 63 korban dan terjadi pada tahun 2000 dan terjadi akibat penyisiran membabi buta terhadap pelaku yang diduga menyerang Mapolsek Abepura.
Kasus Yang Belum di Proses Secara Hukum :
1. Pembantaian Massal 1965
Peristiwa yang terjadi pada tahun 1965-1970 ini memakan 1,5 jt korban. Peristiwa yang terjadi akibat korban sebagian besar adalah anggota PKI atau ormas yang berafiliasidengan PKI, sebagian besar dilakukan di luar proses hukum yang sah.
2. Kasus-kasus di Papua
Pada tahun 1966 memakan Ribuan korban jiwa. Peristiwa yang terjadi ini akibat Operasi instensif yang dilakukan TNI untuk menghadapi OPM. Sebagian lagi berkaitan dengan masalah penguasaan sumber daya alam antaraperusahaan tambang internasional, aparat pemerintah menghadapi penduduk lokal.
3. Kasus Timor-Timur Pasca Referendum
Peristiwa yang terjadi pada tahun 1974-1999 memakan Ratusan Ribu korban jiwa. Peristiwa yang dimulai dari agresi militer TNI (Operasi Seroja) terhadappemerintahan Fretelin yang sah di Timor-Timur. Sejak saat itu Timor-Timur selalu menjadi daerah operasi militer rutin yangrawan terhadap tindak kekerasan aparat RI.
4. Kasus-kasus di Aceh pra DOM
Terjadi pada tahun 1976-1989 memakan banyak Ribuan korban. Peristiwa yang terjadi semenjak dideklarasikannya GAM Hasan Di Tiro, Aceh selalumenjadi daerah operasi militer dengan intensitas kekrasan yang tinggi.
5. Penembakan Misterius (Petrus)
Terjadi pada tahun 1982-19851. Memakan 678 Korban. Peristiwa ini terjadi akibat sebagian besar tokoh criminal, residivis, atau mantancriminal. Operasi ini bersifat illegal dan dilakukan tanpa identitasinstitusi yang jelas
6. Kasus Marsinah
Terjadi pada tahun 1995 hanya memakan 1 korban jiwa saja. Pelaku utamanya tidak tersentuh, sementara orang lain dijadikan kambing hitam. Bukti keterlibatan militer dibidang perburuhan
7. Kasus dukun santet di Banyuwangi
Terjadi pada tahun 1998. Memakan Puluhan korban. Peristiwa yang terjadi karena adanya pembantaian terhadap tokoh masyarakat yang dianggap dan ditusuh dukun santet
8. Kasus Bulukumba
Peristiwa yang terjadi pada tahun 2003 memakan 2 tewas dan puluhan luka-luka. Insiden ini terjadi karena keinginan PT. London Sumatera untuk melakukan perluasan area perkebunan mereka, namun masyarakat menolak upaya tersebut.
1. Peristiwa Tanjung Priok
Pelanggaran terjadi pada tahun 1984 dan memakan 74 korban. Peristiwa ini terjadi akibar serangan terhadap massa yang berunjuk rasa.
2. Penculikan Aktifis 1998
Kasus yang terjadi pada tahun 1984-1998 ini mengakibarkan 23 korban dan terjadinya peristiwa penghilangan secara paksa oleh Militer terhadap para aktifis Pro-Demokrasi
3. Kasus 27 Juli
Terjadi pada tahun 1996 dan memakan 1.678 korba. Peristiwa ini terjadi akibat Penyerbuan kantor PDI.
4. Penembakan Mahasiswa Trisakti
Kasus yang terjadi pada tahun 1998 ini mengakibatkan 31 korban. Peristiwa yang terjadi akibat Penembakan aparat terhadap mahasiswa yang sedang berunjuk rasa.
5. Kerusuhan Timor-Timur Pasca Jajak Pendapat
Peristiwa yang terjadi tahun 1999 ini terjadi akibat Agresi Militer dan memakan 97 Korban.
6. Peristiwa Abepura, Papua
Peristiwa ini memakan 63 korban dan terjadi pada tahun 2000 dan terjadi akibat penyisiran membabi buta terhadap pelaku yang diduga menyerang Mapolsek Abepura.
Kasus Yang Belum di Proses Secara Hukum :
1. Pembantaian Massal 1965
Peristiwa yang terjadi pada tahun 1965-1970 ini memakan 1,5 jt korban. Peristiwa yang terjadi akibat korban sebagian besar adalah anggota PKI atau ormas yang berafiliasidengan PKI, sebagian besar dilakukan di luar proses hukum yang sah.
2. Kasus-kasus di Papua
Pada tahun 1966 memakan Ribuan korban jiwa. Peristiwa yang terjadi ini akibat Operasi instensif yang dilakukan TNI untuk menghadapi OPM. Sebagian lagi berkaitan dengan masalah penguasaan sumber daya alam antaraperusahaan tambang internasional, aparat pemerintah menghadapi penduduk lokal.
3. Kasus Timor-Timur Pasca Referendum
Peristiwa yang terjadi pada tahun 1974-1999 memakan Ratusan Ribu korban jiwa. Peristiwa yang dimulai dari agresi militer TNI (Operasi Seroja) terhadappemerintahan Fretelin yang sah di Timor-Timur. Sejak saat itu Timor-Timur selalu menjadi daerah operasi militer rutin yangrawan terhadap tindak kekerasan aparat RI.
4. Kasus-kasus di Aceh pra DOM
Terjadi pada tahun 1976-1989 memakan banyak Ribuan korban. Peristiwa yang terjadi semenjak dideklarasikannya GAM Hasan Di Tiro, Aceh selalumenjadi daerah operasi militer dengan intensitas kekrasan yang tinggi.
5. Penembakan Misterius (Petrus)
Terjadi pada tahun 1982-19851. Memakan 678 Korban. Peristiwa ini terjadi akibat sebagian besar tokoh criminal, residivis, atau mantancriminal. Operasi ini bersifat illegal dan dilakukan tanpa identitasinstitusi yang jelas
6. Kasus Marsinah
Terjadi pada tahun 1995 hanya memakan 1 korban jiwa saja. Pelaku utamanya tidak tersentuh, sementara orang lain dijadikan kambing hitam. Bukti keterlibatan militer dibidang perburuhan
7. Kasus dukun santet di Banyuwangi
Terjadi pada tahun 1998. Memakan Puluhan korban. Peristiwa yang terjadi karena adanya pembantaian terhadap tokoh masyarakat yang dianggap dan ditusuh dukun santet
8. Kasus Bulukumba
Peristiwa yang terjadi pada tahun 2003 memakan 2 tewas dan puluhan luka-luka. Insiden ini terjadi karena keinginan PT. London Sumatera untuk melakukan perluasan area perkebunan mereka, namun masyarakat menolak upaya tersebut.
BERBAGAI DEMOKRASI YANG PERNAH BERLAKU DI
INDONESIA
BERBAGAI DEMOKRASI YANG PERNAH BERLAKU DI INDONESIA
a. Periode Berlakunya
Demokrasi Liberal (1945-1959)
Pada masa ini, awal
mulanya diterapkan demokrasi dengan sistem
kabinet presidensial
yaitu para menteri diangkat oleh presiden dan
bertanggung jawab
kepada presiden, sehingga yang berhak
memberhentikannya
adalah presiden. Namun setelah dikeluarkannya
Maklumat Wakil
Presiden No. X yang menyatakan BP KNIP menjadi
sebuah lembaga yang
berwenang sebagaimana lembaga negara,
kemudian diperkuat
dengan Maklumat Pemerintah tanggal 3
Nopember 1945 yang
menyatakan diperbolehkannya pembentukan
multipartai, serta
Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945
yang menegaskan
tanggung jawab adalah dalam tangan menteri. Lahirlah
sistem pemerintahan
parlementer yang pada prinsipnya menegaskan
pertanggung jawaban
menteri-menteri kepada parlemen. Pemberlakuan
UUDS 1950 menegaskan
berlakunya sistem parlementer dengan
multipartai. Namun
perkembangan partai-partai tidak dapat berlangsung
lama karena koalisi
yang dibangun sangat rapuh dan gampang pecah,
sehingga mengakibatkan
tidak stabilnya pemerintahan pada saat itu.
b. Periode Berlakunya
Demokrasi Terpimpin (1959—1965)
Setelah keluarnya
Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka UUD 1945
dinyatakan berlaku
kembali, dan berakhirnya pelaksanaan demokrasi
liberal. Kemacetan
politik yang terjadi pada masa itu dapat diselesaikan
dengan menggunakan
demokrasi terpimpin, di mana dominasi
kepemimpinan yang kuat
akan dapat mengendalikan kekuatan politik yang
ada pada saat itu.
Keadaan pada masa
demokrasi terpimpin diwarnai oleh tank menarik
tiga kekuatan politik
yang paling utama, yaitu Soekarno, Angkatan Darat
dan PKI.
Soekarno membutuhkan PKI untuk menandingi kekuatan
Angkatan Darat yang
beralih fungsi sebagai kekuatan politik, sedangkan
PKI memerlukan
Soekarno untuk mendapatkan perlindungan presiden
dalam melawan Angkatan
Darat. Angkatan darat sendiri membutuhkan
Soekarno untuk
mendapatkan legitimasi agar dapat terjun ke arena politik
Indonesia.
Adanya tank ulur dalam
kehidupan politik saat itu, memunculkan
masalah-masalah besar
yang menyimpang dari kehidupan demokrasi yang
berdasarkan UUD 1945,
yaitu:
1) Presiden diangkat
sebagai presiden seumur hidup berdasarkan
ketetapan MPRS
No.lI1/1963.
2) Adanya perangkapan
jabatan oleh beberapa orang, di mana seorang
anggota kabinet dapat
juga sekaligus menjadi anggota MPRS.
3) Keanggotaan MPRS
dan lembaga negara lain tidak melalui proses
demokrasi yang baik,
karena dilakukan dengan cara menunjuk
seseorang untuk
menjadi anggota lembaga negara tertentu.
4) Pelaksanaan demokrasi
terpimpin cenderung berpusat pada
kekuasaan presiden
yang melebihi apa yang ditentukan oleh UUD
1945, yaitu dengan
keluarnya produk hukum yang setingkat
undangundang dalam
bentuk penetapan presiden (Penpres). Misalnya
Penpres No.2/1959
tentang pembentukan MPRS, Penpres No.3/1959
tentang DPAS dan
Penpres No.3/1960 tentang DPRGR.
5) DPR basil Pemilu
1955 dibubarkan oleh Presiden karena RAPBN
yang diajukan
pemerintah tidak disetujui DPR, dan dibentuklah
DPRGR tanpa melalui
pemilu.
6) Terjadinya
penyelewengan terhadap ideologi Pancasila dan UUD
1945, dengan
berlakunya ajaran Nasakom (Nasionalisme, Agama,
Komunis).
7) Terjadinya
Pembrontakan Gerakan 30 September PKI (G 30 S/PKI)
yang mengajarkan
ideologi komunis.
Peristiwa Gerakan 30
September PKI dapat ditumpas dan dibubar-
kan beserta dengan
antek-anteknya, bahkan PKI menjadi organisasi
terlarang. Hancurnya
PKI, menandai berakhirnya sistem demokrasi :epimpin
dan munculnya Orde
Baru yang ingin melaksanakan Pancasila
pan UUD 1945 secara
murni dan konsekuen.
c. Periode Berlakunya
Demokrasi Pancasila (1965—1998)
Gerakan pembrontakan
yang dilakukan oleh PKI merupakan puncak
penyimpangan yang
terjadi pada masa berlakunya demokrasi :erpimpin.
Tetapi hal ini menjadi
titik tolak bagi pengemban Surat Perintah 11 Maret,
yaitu Soeharto untuk
menuju puncak kepemimpinan nasional dengan
dikeluarkannya
ketetapan MPRS No.XXXIII/MPRS/1967 tanggal 12
Maret 1967 tentang
Pengangkatan Soeharto menjadi Presiden Negara
Republik Indonesia.
Pada masa orde baru
berlaku sistem demokrasi pancasila. Dikatakan
demokrasi pancasila
karena sistem demokrasi yang diterapkan didasarkan
pada Pancasila, yang
intinya adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakiln yang dijiwai sila
pertama, kedua, ketiga
dan menjiwai sila kelima. Pengertian demokrasi
pancasila tersebut
sesuai dengan Tap MPRS No. XXVII/MPRS/1968
tentang Pedoman
Pelaksanaan Demokrasi Pancasila, di mana dalam
ketetapan tersebut
disebutkan istilah Demokrasi Pancasiia adalah sama
dengan sila keempat
dari Pancasila.
Ada beberapa fungsi
Demokrasi Pancasila, yaitu:
1) menjamin adanya
keikutsertaan rakyat dalam kehidupan bernegara;
2) menjamin tetap
tegaknya negara Proklamasi 17 Agustus 1945;
3) menjamin tetap
tegaknya negara kesatuan Republik Indonesia;
4) menjamin tetap
tegaknya hukum yang bersumber pada Pancasila;
5) menjamin adanya
hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antara
lembaga-lembaga
negara;
6) menjamin adanya
pemerintahan yang bertanggung jawab.
Prinsip atau asas
pelaksanaan Demokrasi Pancasila menurut pemerintahan
orde baru ada tiga,
yaitu:
1) menjunjung tinggi
hak asasi manusia dan martabat manusia;
2) kekeluargaan dan
gotong royong;
3) musyawarah mufakat.
Namun, demokrasi
pancasila dalam era Orde Baru hanya sebatas
keinginan yang belum
pernah terwujud. Karena gagasan yang baik tu
baru sampai taraf
wacana belum diterapkan. Praktik kenegaraan dan
pemerintahan pada
rezim ini tidak memberikan ruang bagi kehidupan
berdemokrasi. M.
Rusli mengungkapkan ciri-ciri rezim orde haru sebagai
berikut.
1) Adanya dominasi
peranan ABRI dengan adanya Dwi Fungsi ABRI
pada saat itu, yaitu
disamping sebagai kekuatan pertahanan keamanan
ABRI juga mempunyai
peranan dalam bidang politik. Hal ini dapat
dilihat dengan jatah
kursi yang diberikan ABRI dalam MPR;
2) Adanya birokrasi
dan sentralisasi dalam pengambilan keputusan
politik;
3) Adanya pembatasan
terhadap peran dan fungsi partai dalam
pengambilan keputusan
politik;
4) Adanya campur
tangan pemerintah dalam berbagai urusan partai
politik dan publik;
5) Adanya massa
mengambang
6) Adanya monolitisasi
ideologi negara; yaitu negara tidak membiarkan
berkembangnya
ideologi-ideologi lain;
7) Adanya inkorporasi;
yaitu lembaga-lembaga non pemerintah
diharapkan menyatu
dengan pemerintah, padahal seharusnya sebagai
alat kontrol bagi
pemerintah.
Kepemimpinan pada masa
Orde Baru bertumpu pada Soeharto
sebagai presiden,
ABRI, Golkar, dan birokrasi. Pengambilan kebijakan
bidang ekonomi lebih
ditonjolkan tetapi ruang kebebasan lebih dipersempit,
sehingga pada
pemerintahan orde baru nyaris tanpa kontrol masyarakat.
Hal ini mengakibatkan
kemajuan ekonomi digerogoti oleh korupsi,
nepotisme, dan kolusi.
d. Periode Berlakunya
Demokrasi dalam Era Reformasi (1998-
Sekarang)
Runtuhnya Orde Baru
ditandai dengan adanya krisis kepercayaan
yang direspon oleh
kelompok penekan (pressure group) dengan
mengadakan berbagai
macam demonstrasi yang dipelopori oleh
mahasiswa, pelajar,
LSM, politisi, maupun masyarakat.
Runtuhnya kekuasaan
rezim orde baru telah memberikan harapan
baru bagi tumbuhnya
demokrasi di Indonesia. Masa peralihan demokrasi
ini merupakan masa
yang sangat rumit dan kritis karena pada masa ini
akan ditentukan kearah
mana demokrasi akan dibangun. Keberhasilan
dan kegagalan suatu
transisi demokrasi sangat bergantung pada empat
faktor, yaitu:
1) komposisi elite
polit
2) desain institusi
politik
3) kultur politik atau
perubahan sikap terhadap politik dikalangan elite
dan non elite politik
4) peran masyarakat
madani.
Keempat faktor
tersebut harus berjalan sinergis sebagai modal untuk
mengkonsolidasikan
demokrasi. Sedangkan Azyumardi Azra menyatakan
langkah yang harus
dilakukan dalam transisi Indonesia menuju demokrasi
sekurang-kurangnya
mencakup reformasi dalam tiga bidang besar, yaitu:
1) reformasi
konstitusional (constitutional reform) yang menyangkut
perumusan kembali
falsafah, kerangka dasar, dan perangkat legal
sistem politik.
2) reformasi
kelembagaan (institutional reform and empowerment),
yang menyangkut
pengembangan dan pemberdayaan lembaga politik;
3) pengembangan kultur
atau budaya politik (political culture) yang
lebih demokratis.
Sedangkan dinamika
demokrasi pada masa reformasi dapat dilihat
berdasarkan aktifitas
kenegaraan sebagai berikut.
1) Dikeluarkanya
Undang-Undang No. 31 tahun 2002 tentang Partai
Politik, memberikan
ruang dan gerak lebih luas untuk mendirikan
partai politik yang
memungkinkan berkembangnya multipartai. Hal
ini dapat dilihat
dalam Undang-Undang No. 31 Tabun 2002 Pasal 2
ayat 1 yang menyatakan
“partai politik didirikan dan dibentuk oleh
sekurang-kurangnya 50
orang warga negara Indonesia yang telah
berusia 21 tahun
dengan akta notaris”.
2) Undang-Undang No.12
tahun 2003 tentang Pemilu memberikan
kebebasan kepada warga
negara untuk menggunakan hak pilihnya
secara langsung untuk
memilih anggota DPR, DPRD provinsi,
DPRD kabupaten/kota
maupun DPD. Bahkan pemilihan presiden
dan wakilnya juga
dilaksanakan secara langsung.
3) Upaya untuk
mewujudkan pemerintahan yang bersih dari KKN,
berwibawa dan
bertanggung jawab dibuktikan dengan keluarnya
ketetapan MPR
No.IX/MPR/1998 dan ditindak lanjuti dengan
Undang-Undang No. 30
Tahun 2002 tentang pembentukan Komisi
Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi dan sebagainya.
4) Lembaga legislatif
dan organisasi sosial politik sudah mempunyai
keberanian untuk
melakukan fungsi kontrol terhadap ekskutif,
sehingga terjadi check
and balance.
5) Lembaga tertinngi
negara MPR berani mengambil langkah-langkah
politik dengan adanya
sidang tahunan dan menuntut kepada
pemerintah dan lembaga
negara lain untuk menyampaikan laporan
kemajuan (progress
report).
6) Adanya kebebasan
media massa tanpa ada rasa takut untuk dicabut
surat ijin
penerbitannya.
7) Adanya pembatasan
masa jabatan presiden, yaitu jabatan presiden
paling lama adalah 2
periode masa kepemimpinan.